0857 5294 5001 / 0852 1954 4567

Anan Rusnandi

www.ahaproperty.blogspot.com

Mitra Mandala Golden Residence, Rosella Residence, Cheria Hotel Cimone City

LOKASI YANG STRATEGIS UNTUK INVESTASI PROPERTI

LOKASI YANG STRATEGIS UNTUK INVESTASI PROPERTI

Agen Jual Beli dan Bisnis Properti Online
Produk yang menjadi banyak perhatian semua kalangan saat ini adalah Produk Properti, sangat erat kaitannya dengan perkembangan ekonomi, dan karena harganya tiap tahun selalu meningkat sesuai daya beli dan kondisi ekonominya, selain itu juga bisa menjadi salahsatu mesin uang yang ideal karena keunikan lokasi dan keindahan desainnya. Pasti anda pernah menyewa toko, ruko, kamar kost, rumah, atau bahkan menyewa hotel untuk long term dengan suatu tujuan tertentu.
Tentu anda sangat jeli dan teliti memilih lokasi properti terutama untuk berdagang, oleh karena itu properti harus punya nilai jual, dan prospek bagus pastinya. ada beberapa point yang harus diperhatikan ketika memilih investasi properti supaya terhindar dari kerugian investasi.
Berikut adalah poin  yang penting dipertimbangkan untuk memaksimalkan investasi properti Anda khususnya mengenai arti lokasi dan cara menentukan lokasi bagi investor atau developer. Perlu diketahui bahwa cara mendapatkan lahan ada 4, yakni ; 
  1. Menggunakan lahan yang telah ada milik sendiri.
  2. Menggunakan lahan pihak lain dengan sistem perjanjian yang tidak memberatkan dalam proses awal kerja. Artinya tidak ada uang ‘tanda jadi’ yang harus dikeluarkan. Lahan seperti ini biasanya dimiliki oleh keluarga atau kenalan dekat.
  3. Menggunakan lahan pihak lain secara kerjasama dengan sistem bagi hasil yang disertai pembayaran sejumlah uang sebagai tanda jadi.
  4. Menggunakan lahan yang dibeli secara putus dari pihak lain.


Ketika melihat lahan-lahan yang dianggap potensial, hal yang harus dipertimbangkan pertama sekali adalah lahan tersebut dapat menjual dirinya sendiri tanpa kegiatan promosi yang besar. Caranya dengan melihat bahwa lokasi terdipilih adalah lokasi strategis.
Yang dimaksud dengan lokasi strategis adalah :

  • Lokasi berada di kawasan pengembangan kota dan kebijakan pengembangan kota dari pemerintah, jelas dan berkesinambungan.
  • Minat konsumen yang besar pada perumahan yang ada dikawasan lokasi tersebut. 
  • Aksesibilitas ke lokasi lahan. Apakah telah tersedia jalan menuju lokasi atau sebagai pengembang anda harus membuatnya terlebih dahulu.
  • Tersedianya Sarana dan Prasarana Publik seperti jalan, sekolah, listrik, telpon (tidak terlalu penting bagi RSH dan RSS), pasar dan sarana angkutan umum.
  • Tidak memerlukan biaya pematangan lahan yang besar, contoh tanah rawa tentunya memakan biaya yang besar ketimbang tanah keras.
  • Harga beli tanah tidak menyebabkan harga jual rumah lebih tinggi dari harga pasar dengan type yang sama.
  • Mengintip konsep dan fasilitas yang disediakan developer yang kita anggap sebagai kompetitor disekitar kawasan tersebut.
  • Status kepemilikan adalah Sertifikat Hak Milik.

MEMBUAT PROGRAM MARKETING PROPERTI YANG MENARIK

MEMBUAT PROGRAM MARKETING 
PROPERTI YANG MENARIK


Agen Jual Beli dan Bisnis Properti Online
Properti memang selalu menarik baik dari sisi investasi maupun bisnisnya. Dan lebih sempit lagi adalah bicara tentang Marketing Properti di Indonesia. Seberapa besarkah peluang Marketing Properti ini.
Data di Kemenpera menyatakan bahwa lebih dari 13 juta keluarga membutuhkan tempat tinggal. Lahan makin sempit, perijinan makin rumit dan manusia bertambah banyak. Maka properti menjadi produk konsumsi primer yang menjadi rebutan.
Sekarang coba kita hitung saja peluangnya. Jika harga properti bersubsidi versi pemerintah adalah 88 juta rupiah. Maka potensi penjualan properti di Indonesia adalah sebesar 1,144 trilyun rupiah. Sangat fantastis!
Itu baru dari sisi penyedia properti. Bagaimana dari sisi Marketing Properti? Anggap saja bonus marketing properti antara 1%-2,5%. Mari kita ambil 1%nya saja, maka potensi bonus bagi Marketing Properti sebesar 11,44 trilyun rupiah! Wow!
Itu kita baru berhitung angka pahit alias angka minimal bila 13 juta keluarga semuanya terpenuhi. Berarti potensi penghasilan Marketing Properti sangatlah besar.
Trik Dasar Program Marketing Properti
Mau menjual properti tapi tidak tahu caranya? Bagaimana sih menjual properti agar menarik? Apa saja program yang POWERFUL untuk menjual properti? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab dengan 5 Trik Dasar Program Marketing Properti.

1. Diskon
Diskon adalah ibu dari segala program promosi. Dapat dikonversi dalam bentuk hadiah, subsidi bunga, investasi, uang muka, atau memang nyata-nyata dari harfiah sebuah diskon. Diskon adalah potongan harga. Berapa prosentasenya itu bergantung dengan kebijakan Anda memberikan diskon.
Ada pula diskon hanya diberikan kepada pembelian cash atau cash bertahap.
Promosi marketing yang biasa digunakan DISKON AKHIR TAHUN, DISKON UNIT-UNIT AKHIR, DISKON SPESIAL LEBARAN, dll.
2. Uang Muka 0% / Ringan
Standar uang muka yang dipersyaratkan oleh bank adalah 20%. Ada pula Bank yang mensyaratkan uang muka sebesar 10%. Tapi bagaimana menciptakan uang muka ringan seringan-ringannya? Konversikan diskon kepada uang muka!
Contoh : Harga jual tipe 36/72 adalah 120 juta. Uang muka 20%. Anda memiliki diskon 10%. Sehingga Uang muka yang perlu dibayarkan oleh konsumen hanya sebesar 10% bukan? Bagaimana jika uang muka hanya 10% ? Artinya uang muka 0% bukan ?
Jangan lakukan apabila Anda tidak mempunyai kerjasama KPR Inden atau apabila Anda tidak memiliki kerjasama KPR Inden, Anda sebaiknya mempunyai kontraktor yang sanggup dibayar setelah bangunan selesai. Jika tidak, cash flow Anda bisa amburadul.
Promosi marketing yang biasa digunakan UANG MUKA 0%, TANPA UANG MUKA, UANG MUKA RINGAN, DISKON 50% UANG MUKA dll.
3. Subsidi Bunga KPR
Turunan dari diskon yakni sejumlah diskon dikonversi menjadi subsidi bunga. Anda hanya cukup memberikan subsidi selama 1 tahun saja. Rata-rata perbankan memberikan suku bunga KPR tetap selama 1 tahun.  Kalau mau berikan subsidi sampe 10 tahun, saya jamin Anda tekor. Hehehe.
Contoh :  Pada saat ini suku bunga KPR sebesar 10%. Anda berkehendak untuk memberikan subsidi bunga KPR menjadi  7%.  Maka Anda sebenarnya memberikan diskon 3% dari harga KPR bukan?
Pola ini perlu kerjasama dengan pihak Bank. Karena Bank akan langsung memotong sebesar 3% dari nilai KPR dan dimasukkan di rekening  konsumen. Dan secara sistematis, Bank akan mendebet dari rekening konsumen setiap tanggal pembayaran cicilan KPR.
Promosi marketing yang biasa digunakan SUKU BUNGA KPR RINGAN, BUNGA KPR 7%, SUBSIDI BUNGA KPR dll.
4. Cash Back
Terdapat dua macam cash back dan cash back sifatnya menambah hutang Anda. Beda dengan program promo lainnya.  (1) Sama saja asal muasalnya yakni diskon. Hanya saja diskon tidak dipotongkan ke harga, namun dikembalikan ke konsumen. Namun (2) cash back juga bisa diberikan apabila appraisal perbankan lebih tinggi daripada harga jual properti Anda.
Cash Back ada manfaatnya langsung diterima tunai oleh konsumen, namun ada pula yang tidak. Cash back dapat dikonversikan dalam bentuk lainnya. Misalkan bebas cicilan, bebas tagihan listrik, air, telepon, dll.
Promosi marketing yang biasa digunakan CASH BACK 10% (atau berapa prosen pun), BEBAS CICILAN KPR, dll.
5. Investasi
Program investasi juga salah satu program pemasaran yang menarik. Dapat ditargetkan kepada konsumen yang membutuhkan rumah atau memang investor yang sebenarnya. Beberapa tema investasi adalah sebagai berikut :
Tema HARGA PERDANA adalah salah satu contoh ketika pemasaran di awal proyek properti. Harga awal biasanya 10-20% dari harga riil yang dihitung dalam kelayakan proyek.
Tema GARANSI SEWA 3 Tahun (atau berapa tahunpun) juga menarik bahwa si investor merasa unit yang dia beli memang sudah digaransi untuk disewakan.  Padahal ini juga bentuk dari konversi diskon.

Tema GARANSI DIBELI KEMBALI (Buy Back Guarantee) mengusung program investasi bahwa dalam jangka waktu tertentu, developer akan menjualkan kembali unit yang sudah dibeli dengan margin yang lebih tinggi. Ini memanfaatkan harga properti yang memang selalu meningkat. Misal Harga tipe 36/72 120juta. Dalam jangka waktu satu tahun, developer akan membeli kembali dengan harga 135juta dan developer akan menjual ke umum jauh lebih tinggi.

ASPEK HUKUM DALAM PENGEMBANGAN PROPERTI

ASPEK HUKUM DALAM PENGEMBANGAN PROPERTI

Bisnis properti adalah jenis bisnis yang sangat digemari oleh para investor. Selain sifat dari investasi properti yang lebih sustainable, artinya dapat bertahan dalam waktu yang lama / berjangka panjang, investasi properti juga potensial. Kenapa potensial? Salah satu alasan kenapa investasi ini potensial adalah harga properti yang selalu naik setiap tahunnya merupakan sebuah keuntungan buat para investor di properti ini. Properti yang dimaksud adalah berupa rumah, perumahan, ruko, villa, tanah dan apartement.
Pasar investasi properti di Indonesia lumayan menarik, investornya masih didominasi oleh para pengusaha properti lokal. Selain itu, kucuran dana asing juga terus mengalir deras ke bidang properti nasional. Maka tidak bisa dipungkiri bahwa investasi properti sangat menguntungkan.
Melihat peluang tersebut, itu berarti properti di Indonesia akan terus bertumbuh dan bertumbuh lagi. Bayangkan, bagi lawyer muda pasti kebagian rezeki (peluang) asalkan mempersiapkan sejak dini di bidang hukum properti. Terlebih berdasarkan pengalaman pribadi, jarang ada lawyer di Indonesia yang paham mengenai hukum properti secara paripurna.
Bila diliat aspek hukumnya, maka dalam lingkungan bisnis properti akan melingkupi sekurang-kurangnya 6 lingkup kajian hukum, yaitu :
  1. Hukum pertanahan/agraria,
  2. Hukum administrasi (masalah perizinan),
  3. Hukum bangunan/konstruksi,
  4. Hukum perpajakan,
  5. Hukum perlindungan konsumen,
  6. Hukum perjanjian, dll.
Disini kita akan membahas mengenai aspek hukum perpajakan dalam jual beli properti dalam rangka pengembangan properti itu sendiri.
Dalam melakukan bisnis jual beli properti, tidak hanya dibutuhkan kesepakatan di antara penjual dan pembeli, namun juga terdapat hal-hal yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak sebagai salah satu kewajiban kepada Negara. Kewajiban tersebut adalah pembayaran pajak dalam pengalihan properti yang harus dilakukan oleh pembeli dan penjual.
Di Indonesia, telah dikenal beberapa jenis pajak yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli dalam usaha jual beli properti, yaitu:
1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pengaturan mengenai PBB terdapat dalam Undang-undang No 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-undang No 12 tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (“UU PBB”).
Berdasarkan Penjelasan Pasal 3 ayat (2) UU PBB, PBB adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada awalnya PBB merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat dan seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya, diberlakukan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU No. 28/2009”) dimana seluruh proses pengelolaan PBB, khususnya sektor pedesaan dan perkotaan akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Besarnya tarif PBB yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 %.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 362/KMK.04/1999 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2009 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 362/KMK.04/1999 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya insentif PBB Properti adalah berupa:
·         NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) 20% untuk NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) < Rp 1 Milyar;
·         pemberian NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak);
·         pemberian pengurangan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya.
2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Pengaturan mengenai BPHTB terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“UU BPHTB”).
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU BPHTB, BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. BPHTB tersebut dikenakan kepada pembeli (Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU BPHTB). Besarnya tarif pajak BPHTB adalah sebesar 5%.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.01/2005, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2006 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, insentif BPHTB properti berupa:
·         Pemberian NPOTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak);
·         Pemberian pengurangan karena kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan objek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya.
3. Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPh Pasal 4 ayat 2)
Pengaturan mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan terdapat dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan  (“UU Pajak Penghasilan”).
Tarif PPh yang dikenakan terhadap penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah atau bangunan. Tarif PPh atas Pengalihan hak atas Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Susun Sederhana (RSS) yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, adalah sebesar  1% dari jumlah bruto nilai pengalihan.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU Pajak Penghasilan, penghasilan yang dapat dikenakan pajak final adalah:
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d, maka dapat disimpulkan bahwa penghasilan dari transaksi jual beli properti dikenakan pajak penghasilan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, insentif pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah properti berupa:
·         Pembebasan PPh bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
·         Pengenaan tarif 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (tarif umum 5%).
4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pengaturan mengenai PPN terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“UU PPN”).
Berdasarkan Penjelasan UU PPN, Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen) dari nilai transaksi.
Pasal 4 ayat (1) UU PPN menyatakan bahwa PPN dikenakan atas:
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengecualian terhadap Pemungutan PPN
1. Bagi Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2008, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah rumah yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan:
a. Luas bangunan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
b. Harga jual tidak melebihi Rp 70.000.000,00 (tujuh puluh juta Rupiah);
c. Merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak dimiliki.
2. Bagi Rumah Susun Sederhana
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2008, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 tentang Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; Rumah Susun Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan:yang memenuhi ketentuan:
a. harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah);
b. luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m2 (dua puluh satu meter persegi);
c. pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; dan
d. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
3. Bagi Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami)
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan  Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 363/KMK.03/2002, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.03/2003, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2007, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis; Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan :
a. Luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 dan tidak melebihi 36 m2;
b. Harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000;
c. Diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,- per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. Pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
e. Merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak dimiliki.
4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang tergolong mewah di dalam Daerah Pabean (Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU PPN). Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPN, Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).
Besarnya tarif PPnBM bagi kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya adalah sebesar 20% (dua puluh persen). PPnBM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU PPN, PPnBM dikenakan terhadap:
a. penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan
b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh produsen atau atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, di samping dikenai Pajak Pertambahan Nilai, dikenai juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan pertimbangan bahwa:
a. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
b. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah;
c. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan
d. perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.03/2008, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.011/2008, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.03/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/Pmk.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, PPnBM berupa:
Pembatasan pengenaan PPnBM, hanya dikenakan untuk kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dari jenis non strata title dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih dan dari jenis strata title dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih.

Sumber : www.hukumproperti.com

BAGAIMANA MENYUSUN KERJASAMA PENGEMBANGAN LAHAN PROPERTI?

BAGAIMANA MENYUSUN KERJASAMA 
PENGEMBANGAN LAHAN PROPERTI?

Saat ini, semakin tingginya kebutuhan masyarakat akan perumahan tidak didukung oleh ketersediaan lahan cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Di sisi lain, perusahaan pengembang perumahan juga terkendala merespon kebutuhan pasar tersebut karena tidak memiliki cadangan lahan yang bisa dikembangkan. Selain itu, untuk membeli lahan-lahan baru lalu kemudian dibangun dan dikembangkan sesuai kebutuhan perumahan tersebut ternyata seringkali menjadi pilihan yang cenderung ditinggalkan. Hal ini bisa jadi karena jika para pengembang harus memulai proses pembangunan dengan membeli atau membuka lahan-lahan baru maka time, cost, risk, dan benefitnya dalam ukuran suatu proyek menjadi tidak menguntungkan.
Agen Jual Beli dan Bisnis Properti Online
Dalam situasi seperti ini, salah satu trend yang mengemuka dan menjadi alternatif yang dipilih oleh para pengembang perumahan adalah mencari pemilik-pemilik lahan yang di mana lahannya memungkinkan dibangun untuk menjadi perumahan dengan segala fasilitasnya untuk diajak kerjasama mengembangkan lahan tersebut. Jadi ada dua pihak yaitu pertama pemilik lahan atau tanah dan pengembang selaku pemilik dana yang nantinya akan membiayai proyek tersebut. Mekanisme ini banyak dipilih karena berpotensi memberi keuntungan yang maksimal baik bagi pengembang maupun bagi pemilik lahan itu sendiri. Banyak skema yang bisa dijalankan dalam kerjasama ini, tergantung kesepakatan kedua belah pihak.
Salah satu gambaran dalam sebuah perjanjian yang disepakati oleh pemilik tanah dan pengembang dalam kerja sama ini dari awal yaitu penggunaan istilah atau penamaan dari bentuk kerja sama itu sendiri. Ada yang langsung menyebutnya sebagai “Kerja Sama” yang dimaksudkan sama halnya dengan joint operation, atau KSO. Yang patut dicermati oleh pemilik tanah adalah memastikan sampai di mana batas hak dan kewajibannya melekat pada kerjasama itu. Sebab menyebutkan bentuk kerjasama yang mengandung makna adanya dua pihak di dalamnya tetapi selama kepemilikan tanah belum beralih dari pihak pemilik tanah maka tetap menimbulkan konsekuensi yang berakibat munculnya tanggung jawab hukum yang melekat khususnya kepada pemilik tanah, sehingga menjadi kepentingan pemilik tanah untuk memastikan semua legal document yang muncul dan kemudian digunakan untuk bertransaksi atas nama kerjasama dengan pihak ketiga sebagai bagian dalam proses pengembangan lahan tersebut harus dipastikan aman dan tidak menimbulkan kerugian bahkan ancaman pidana yang salah sasaran.
Dalam praktiknya, sebagai pemilik tanah lazim mendapatkan sejumlah dana sebagai konsekuensi/pembayaran atas penyerahan penguasaan hak atas tanah mereka kepada pihak pengembang sebagai pemilik dana meskipun dana itu tidak secara langsung dimanfaatkan oleh pemilik tanah karena selain berfungsi sebagai jaminan yang biasanya akan disimpan dalam bentuk escrow account. Selain sebagai konsekwensi atas harga wajar yang harus diserahkan pihak pengembang kepada pemilik tanah maka hal ini juga menunjukkan itikad baik dari pengembang sebagai sebuah developer yang memang memiliki kemampuan modal untuk melakukan pengembangan dan pembangunan lahan sekaligus sebagai jaminan atau pertanda awal bahwa pengembang yang diajak bekerja sama dalam kondisi baik atau sebagai perusahaan yang sehat dan mampu melakukan kewajiban-kewajiban yang akan muncul dalam kerjasama yang akan dilakukan nantinya terutama terkait kemampuan finansial.
Setelah hak pemilik tanah untuk mendapatkan sejumlah dana terpenuhi barulah pemilik tanah selanjutnya akan mendapatkan pembagian keuntungan sebagai hasil yang nantinya akan didapatkan pada saat atau setelah dijalankannya kerjasama pengembangan dan pembangunan lahan ini.
Secara garis besar tahapan kerjasama terdiri dari: 
Agen Jual Beli dan Bisnis Properti Online
Tahap Pertama, ditandai dengan penandatanganan perjanjian yang dilanjutkan dengan pemberian surat kuasa untuk melakukan legal audit terhadap lahan yang menjadi objek Perjanjian. 
Tahap Kedua, Pelaksanaan legal audit yang dilakukan oleh konsultan hukum yang ditunjuk oleh perusahaan pengembang. 
Tahap Ketiga, bilamana hasil legal audit menyatakan kondisi lahan free dan clear dilanjutkan dengan penyerahan sejumlah dana dari Perusahaan Pengembang kepada Pemilik lahan misalnya antara lain sekitar 25% dari total nilai lahan yang akan disimpan dalam esrow account yang hanya dapat dicairkan oleh pemilik lahan apabila memenuhi kondisi sebagaimana disebutkan dalam perjanjian escrow account dan pada saat yang bersamaan Pemilik Lahan menyerahkan sertifikat lahan kepada Pengembang disertai dengan serah terima fisik lahan dari Pemilik Lahan ke Pengembang disertai pemberian surat kuasa untuk melakukan pengembangan, pemasaran, pembangunan lahan dan kuasa-kuasa lain yang diperlukan. 
Tahap Keempat, yaitu Pelaksanaan Bagi Hasil yang diperoleh oleh para pihak yang akan dilakukan dengan tata cara dan ketentuan yang dibuat dengan jelas dan terperinci dalam kesepakatan yang ditandatangani bersama.
Dari sisi pengembang sepatutnya dalam rangka kerjasama ini telah mempersiapkan antara lain :  
1.Proposal
a)Detail master plan dan segala dokumen teknik terkait (gambar dan desain) mengenai rencana pembangunan dan pengembangan lahan dan
b)Pemasaran dan pengelolaan proyek secara lengkap dan memadai.
2.Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek.
3.Menyiapkan schedule pelaksanaan proyek yang meliputi persiapan (planing, perijinan, landclearing, dll), pembangunan (construction), pemasaran.
4.Menentukan kapan memulai pemasaran dan permbangunan dalam kerjasama ini misalnya ditentukan sejak disetujuinya site plan oleh instansi yang berwenang, hal ini penting supaya kita bisa mengetahui dan memiliki gambaran terkait progress dalam pengembangan lahan nantinya.

APA RESIKO DAN KEUNTUNGAN DEVELOPER PROPERTI

APA RESIKO DAN KEUNTUNGAN DEVELOPER PROPERTI

Agen JualBeli dan Bisnis Properti Online
Ada seorang Developer yang membangun sebuah kawasan hunian berupa perumahan minimalis yang cocok untuk keluarga baru, yakni dua kamar. Dari segi kualitas bangunannya standar, namun ada yang salah dalam pembangunan kawasan perumahan ini, yakni tempatnya yang tidak strategis. Sejak dibangun satu tahun lalu hingga saat ini belum satupun ada yang terjual.

Secara sederhana penilaian atas kesalahan yang dilakukan developer atau pengembang itu sangat jelas, dia membangun sebuah kawasan pemukiman tersebut tidak didasari Riset Pasar yang akurat, dan terkesan asal membangun. Sebab ia membangun didaerah perkampungan yang jauh dari pusat-pusat bisnis, pendidikan,atau pemerintahan. Sedangan masyarakat disekitar sebagian besar adalah petani. Nah jelas bukan kesalahannya!.

Dari pelajaran tersebut, dapat diambil hikmahnya bahwa Bisnis Properti itu butuh Ilmu, dan tidak asal praktek. Agar tidak terjadi kerugian besar, Sebagaimana contoh developer  tersebut tadi sudah membuat lebih kurang sepuluh bangunan, dan andai kata, biaya yang dikeluarkan dalam satu bangunan tersebut Rp. 50.000.000 maka total dana yang dikeluarkan sudah setengah milyar, belum izin-izin pendiriannya serta pembelian tanah itu sendiri.

Bukan Ahli Bisnis Properti Maka Bersiap Untuk Bangkrut
Nah, Buat anda sebelum terjun kedalam Bisnis Properti Sebaiknya Belajar dulu lebih dalam Tentang Ilmu Bisnis Properti ini, Saat ini sudah sangat banyak orang-orang yang bisa dijadikan guru untuk Belajar Bisnis Properti. Dan tarif biaya belajarnya tidak terlalu mahal, bahkan sangat murah jika belajar melalui media-media seperti buku apalagi dengan makin maraknya jaringan internet.sudah banyak Para-para master dibidang properti yang mau mengajarkan kursus secara online.

Bahkan biaya yang mereka kenakan ada yang hanya 400.000 , 200.000,, Ini sangat murah sekali apalagi jika kita bandingkan dengan seorang developer yang diceritakan diatas, Sudah keluar uang Setengah Milyar, namun bangkrut didapat, andaikata ia mau Belajar Bisnis Properti dulu, maka kemungkinan hal tersebut tidak akan terjadi.dan ada Hadis Nabi Muhammad yang bisa dikaitkan dengan kisah ini, Bahwa Serahkan Segala sesuatu itu pada Ahlinya, Jika tidak maka kehancuran akan terjadi.

Developer Properti
Di Bisnis properti, banyak kesempatan bisa dipilih jadi pintu masukanya. Anda bisa mulai dari menjadi professional broker properti, berjualan tanah kavling, langsung menjadi developer, mengelola property asset manajemen, memilih menjadi investor saja, atau bahkan bisa diawali dengan menjadi karyawan terlebih dulu di perusahaan pengembang perumahan.

Khusus di bidang developer properti, sementara kalangan masih menganggap bahwa binis properti memerlukan modal besar dan likuiditas besar pula. Kenyataanya, jika merujuk pada cara kerja pengembang besar di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, sebagai developer mereka memang memiliki dukungan modal besar yang melimpah. Puluhan bahkan ratusan milyar, sebuah angka yang tampak nyaris mustahil dipenuhi oleh pebisnis properti pemula dan orang biasa yang hendak menjadi developer perumahan.

Karena itu tak heran jika di era 1990an mayoritas developer perumahan adalah mereka yang telah turun-temurun menekuni bisnis ini. Ia menjadi semacam bisnis ekslusif  kalangan tertentu saja, diwariskan dari klan keluarga tertentu pula secara segaris.

Tak seperti dahulu, saat ini aspek manajemen kelola developer mudah di dapat di pelbagai pelatihan dan workshop. Rumusan “kitab suci” developer telah menjadi rahasia umum, dimana setiap orang bisa belajar perlahan. Kerumitannya bisa diatasi dengan menggandeng pihak lain yang telah kompeten dan berpengalaman menjadi developer.

Sebagai bisnis yang menimbulkan multi player effect, developer perumahan dengan sendirinya memberi dampak positif sebagai pendorong berjalannya siklus ekonomi berbagai bisnis penyangganya. Lapangan kerja terbuka luas dari hulu hingga hilir. Perbankan pun diuntungkan karena landing dananya terserap bukan saja oleh end user, tetapi juga terserap di bisnis ikutannya dalam jumlah besar.

Sebagai developer, tanpa disadari anda bukan saja telah menggerakkan sektor produktif ekonomi, lebih jauh anda juga telah menjalankan fungsi etik sebagai pengusaha yang menciptakan banyak lapangan kerja. Sebuah pilihan bisnis yang populis, istilahnya. Menguntungkan sekaligus memberi manfaat praktis bagi banyak pihak, khususnya masyarakat kecil.

Developer Lebih Menguntungkan
Keunggulan menjadi developer perumahan dibanding jenis bisnis properti lain, berjualan kavling, umpamanya, terletak pada besarnya potensi profit yang bisa diraih. Meski disadari dari segi manajemen kelolanya lebih rumit, karena harus berhadapan dengan birokrasi di urusan legalitas, dan juga menangani keribetan konstruksi bangunan, akan tetapi justru di sinilah potensi keuntungan tambahan didapat.

Jika berjualan kavling tanah hanya memungut keuntungan dari selisih harga beli dengan harga jual akhir ke konsumen, developer perumahan malah mendapatkan profit ganda dari konstruksi bangunan juga.

Faktor developer mendapat keuntungan lebih banyak dari jenis bisnis properti lain, juga dikarenakan produk jualannya adalah hasil karya arsitektur yang kental unsur estetikanya. Amat berselera personal, dan tak terdefinisikan tunggal. Seperti jamak diketaahui, jika sudah menyangkut kepuasan terhadapa pemenuhan selera, nilai barang satu dengan lainnya menjadi tidak bisa ditakar dalam lajur harga sama. Semakin developer perumahan mampu menebak dan memenuhi taste konsumen, maka profit besar yang diambil developer menjadi tak sensitif lagi bagi konsumen.

Di mata perbankan, developer juga dianggap lebih seksi secara keuangan untuk dibiayai permodalannya. Jika anda selaku pengusaha dianggap mampu mengelola bisnis dengan kerumitan tinggi, berati pula anda dianggap cakap, matang dan teruji. Dan itu artinya, anda layak memperoleh plafon pembiayaan yang lebih tinggi pula dari perbankan. Semakin naik dan membesar, terus naik dan naik lagi, jumlah dukungan modal kerja perbanakan dari waktu ke waktu.

Ringkasnya, atas berbagai pertimbangan teknis dan strategis, pilihan obyektif menjadi developer di bisnis properti, memilki tingkat kelayakan bisnis amat baik.

Kontributor